Permenkes Tentang Registrasi dan Praktik Bidan
Disusun Oleh Kelompok 6
ARMA SARI DEWI PURWANTI :13140059
FRANATA SURYANA ESTHY :13140070
NOVISIA :13140071
SRI SULASTRI :13140077
BAIQ NUR
APRIANI :13140098
DEWI TIARNY :13140106
TIARA FITRIANINGTIYAS :13140118
KELAS
:B.10.2
PRODI :D4.
BIDAN PENDIDIK
MATA KULIAH:ETIKOLEGA
DOSEN PENGAMPU : FARIDA, SST
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat
menyelesaikan makalah dengan tema “PermenkesTentang Registrasi dan Praktik Bidan” ini sebatas pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki. Kami ucapkan terimakasih kepada
Ibu () selaku
Dosen mata kuliah ETIKOLEGAL, yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta
pengetahuan
kita. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat
kekurangan-kekurangan
dan jauh dari apa yang kami harapkan. Untuk itu, kami berharap
adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang
membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi
kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf
apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon
kritik dan saran yang
membangun
demi perbaikan di masa depan.
Yogyakarta, April 20
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
1.2 Tujuan
1.3 Manfaat Penulisan
2.1 Pengertian
Bidan
2.2 Pengertian
praktek bidan
2.3 Pelaporan
dan registrasi
2.4 Masa bakti
2.5 Wewenang
bidan
2.6 Pencatatan
dan pelaporan
2.7 Pembinaan dan pengawasan
2.8 Ketentuan Pidana
2.7 Pembinaan dan pengawasan
2.8 Ketentuan Pidana
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Bidan merupakan suatu profesi yang mana dalam setiap asuhan dan
tindakan yang dilakukan memiliki sebuah tanggung jawab yang besar. Apabila
seorang bidan melakukan suatu kesalahan yang dilakukan, maka ia akan
mendapatkan sanksi dan hukuman yang telah ditetapkan oleh pemenkes.
Dalam melakukan tindakan–tindakan tersebut, selain melakukan
sesuai dengan standar bidan juga harus memperhatikan norma, etika profesi, kode
etik profesi dan hukum profesi dalam setiap tindakannya.
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
etika profesi dalam kebidanan serta menambah wawasan mengenai permenkes
tentang registrasi dan praktek bidan.
1.3 Manfaat Penulisan
Manfaat
dari pembuatan makalah ini adalah memberikan informasi mengenai peraturan
mentri kesehatan tentang registrasi dan praktek bidan.
BAB II
PEMBAHASAN
Permenkes
Tentang Registrasi dan Praktik Bidan
2.1 Pengertian Bidan
A.
Permenkes
tentang registrasi dan praktek bidan
2.2
Pengertian praktek bidan
Praktek
Kebidanan adalah asuhan yang diberikan oleh bidan secara mandiri baik pada
perempuan yang menyangkut proses reproduksi, kesejahteraan ibu dan janin /
bayinya, masa antara dalam lingkup praktek kebidanan juga termasuk pendidikan
kesehatan dalam hal proses. reproduksi untuk keluarga dan komunitasnya.
Praktek
kebidanan berdasarkan prinsip kemitraan dengan perempuan bersifat holistik dan
menyatukannya dengan pemahaman akan pengaruh sosial, emosional, budaya,
spiritual, psikologi dan fisik dari pengalaman reproduksinya.
Praktek kebidanan bertujuan menurunkan / menekan
mortalitas dan morbilitas ibu dan bayi yang berdasarkan ilmu-ilmu kebidanan,
kesehatan, medis dan sosial untuk memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatan
ibu dan janin / bayinya.
Permenkes
nomor 900/MENKES/SK/VII/2002
Pasal 1
Praktik bidan adalah serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang diberikan
oleh bidan kepada pasien (individu, keluarga, dan masyarakat) sesuai dengan kewenangan
dan kemampuannya.
2.3 Pelaporan dan registrasi
Permenkes
nomor 900/MENKES/SK/VII/2002
Pasal 2
(1) Pimpinan
penyelenggaraan pendidikan bidan wajib menyampaikan laporan secara tertulis
kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi mengenai peserta didik yang baru lulus,
selambat lambatnya 1 (satu) bulan setelah dinyatakan lulus.
(2) Bentuk
dan isi laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Formulir I
terlampir.
·
Ketentuan
untuk pelaporan peserta didik yang baru lulus ke Dinas Kesehatan provinsi
·
Kewajiban
untuk registrasi bagi bidan yang baru lulus
·
Penerbitan
SIB oleh kepala Dinas Kesehatan Propinsi
·
Kewajiban
untuk kepemilikan SIB termasuk untuk Bidan luar negeri
·
Pembaharuan
SIB
Permenkes
nomor 1464/MENKES/PER/X/2010
·
Bidan dapat
praktik mandiri atau di fasilitas pelayanan kesehatan
·
Minimal
pendidikan Bidan adalah dIII kebidanan
·
Kewajiban
memiliki SIKB untuk Bidan yang bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan
·
Kewajiban
memiliki SIPB untuk Bidan yang praktik mandiri
·
Kewajiban
memiliki STR, SIKB dan SIPB yang di keluarkan oleh pemerintah daerah
kabupaten/Kota
·
Kewenangan
Bidan untuk hanya menjalankan praktik/ kerja paling banyak 1 tempat kerja dan 1
tempat praktik
·
Masa berlaku
SIKB dan SIPB
Registrasi adalah proses pendaftaran, pendokumentasian dan pengakuan terhadap
bidan setelah dinyatakan memenuhi minimal kompetensi inti atau standar
penampilan minimal yang ditetapkan sehingga secara fisik dan mental mampu
melaksanakan praktik profesinya.
Pasal 3
(1) Bidan
yang baru lulus mengajukan permohonan dan mengirimkan kelengkapan registrasi
kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dimana institusi pendidikan berada guna
memperoleh SIB selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah menerima ijazah bidan.
(2)
Kelengkapan registrasi sebagaimana dimaksud meliputi:
·
fotokopi
Ijazah Bidan;
·
fotokopi
Transkrip Nilai Akademik
·
surat
keterangan sehat dari dokter
·
pas foto
ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar
(3) Bentuk
permohonan SIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Formulir II
terlampir.
Pasal 4
(1) Kepala
Dinas Kesehatan Propinsi atas nama Menteri Kesehatan melakukan registrasi
berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 untuk menerbitkan
SIB.
(2) SIB
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan
Propinsi atas nama Menteri Kesehatan, dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu)
bulan sejak permohonan diterima dan berlaku secara nasional.
(3) Bentuk
dan isi SIB sebagaimana tercantum dalam Formulir III terlampir.
Pasal 5
(1) Kepala
Dinas Kesehatan Propinsi harus membuat pembukuan registrasi mengenai SIB yang
telah diterbitkan.
(2) Kepala
Dinas Kesehatan Propinsi menyampaikan laporan secara berkala kepada Menteri
Kesehatan melalui Sekretariat Jenderal c.q Kepala Biro Kepegawaian Departemen
Kesehatan dengan tembusan kepada organisasi profesi mengenai SIB yang telah
diterbitkan untuk kemudian secara berkala akan diterbitkan dalam buku
registrasi nasional.
Pasal 6
(1) Bidan
lulusan luar negeri wajib melakukan adaptasi untuk melengkapi persyaratan
mendapatkan SIB.
(2) Adaptasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada sarana pendidikan yang
terakreditasi yang ditunjuk pemerintah.
(3) Bidan
yang telah menyelesaikan adaptasi diberikan surat keterangan selesai adaptasi
oleh pimpinan sarana pendidikan.
(4) Untuk
melakukan adaptasi bidan mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Propinsi.
(5)
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dengan melampirkan:
a. Fotokopi Ijazah yang telah
dilegalisir oleh Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi;
b. Fotokopi Transkrip Nilai Akademik
yang bersangkutan.
(6) Kepala
Dinas Kesehatan Propinsi berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) menerbitkan rekomendasi untuk melaksanakan adaptasi.
(7) Bidan
yang telah melaksanakan adaptasi, berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 dan Pasal 4.
(8) Bentuk
permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sebagaimana tercantum dalam
Formulir IV terlampir.
Pasal 7
(1) SIB
berlaku selama 5 Tahun dan dapat diperbaharui serta merupakan dasar untuk menerbitkan
SIPB.
(2)
Perbaharuan SIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Propinsi dimana bidan praktik dengan melampirkan antara lain:
a. SIB yang telah habis masa berlakunya
b. Surat Keterangan sehat dari dokter
c.
Pas foto
ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar.
2.4 Masa bakti
Masa bakti bidan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
2.5 Wewenang
bidan
Kepmenkes
900 tahun 2002
·
Pasal 14
Bidan dalam
menjalankan praktiknya berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi:
a.
pelayanan
kebidanan
b. pelayanan keluarga berencana
c.
pelayanan
kesehatan masyarakat
·
pasal 15
a.
Pelayanan
kebidanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a ditujukan kepada ibu dan
anak.
b. Pelayanan kepada ibu diberikan pada
masa pranikah, prahamil, masa kehamilan, masa persalinan, masa nifas, menyusui,
dan masa antara (periode interval).
c.
Pelayanan
kebidanan kepada anak diberikan pada masa bayi baru lahir, masa bayi, masa anak
balita dan masa pra sekolah.
·
Pasal 16
Pelayanan
kebidanan kepada ibu meliputi:
a.
penyuluhan
dan konseling
b. pemeriksaan fisik
c.
pelayanan
antenatal pada kehamilan normal
d. pertolongan pada kehamilan abnormal
yang mencakup ibu hamil dengan abortus iminens, hiperemesis gravidarum tingkat
I, preeklamsi ringan dan anemi ringan
e.
pertolongan
persalinan normal
f.
pertolongan
persalinan abnormal, yang mencakup letak sungsang, partus macet kepala di dasar
panggul, ketuban pecah dini (KPD) tanpa infeksi, perdarahan post partum,
laserasi jalan lahir, distosia karena inersia uteri primer, post term dan
preterm
g. pelayanan ibu nifas normal
h. pelayanan ibu nifas abnormal yang
mencakup ratensio plasenta, renjatan, dan infeksi ringan
i.
pelayanan
dan pengobatan pada kelainan ginekologi yang meliputi keputihan, perdarahan
tidak teratur dan penundaan haid.
Pelayanan
kebidanan kepada anak meliputi:
a.
pemeriksaan
bayi baru lahir
b. perawatan tali pusat
c.
perawatan
bayi
d. resusitasi pada bayi baru lahir
e.
pemantauan
tumbuh kembang anak
f.
pemberian
imunisasi
g. pemberian penyuluhan.
·
Pasal 17
Dalam keadaan tidak terdapat dokter yang berwenang pada wilayah tersebut, bidan
dapat memberikan pelayanan pengobatan pada penyakit ringan bagi ibu dan anak
sesuai dengan kemampuannya.
·
Pasal 18
Bidan dalam
memberikan pelayanan sebagaimana dimaskud dalam Pasal 16 berwenang untuk :
a.
memberikan imunisasi
b. memberikan suntikan pada penyulit
kehamilan, persalinan, dan nifas
c.
mengeluarkan
placenta secara manual
d. bimbingan senam hamil
e.
pengeluaran
sisa jaringan konsepsi
f.
episiotomy
g. penjahitan luka episiotomi dan luka
jalan lahir sampai tingkat II
h. amniotomi pada pembukaan serviks
lebih dari 4 cm
i.
pemberian
infuse
j.
pemberian
suntikan intramuskuler uterotonika, antibiotika, dan sedative
k. kompresi bimanual
l.
versi
ekstraksi gemelli pada kelahiran bayi kedua dan seterusnya
m. vacum ekstraksi dengan kepala bayi
di dasar panggul
n. pengendalian anemi
o. meningkatkan pemeliharaan dan
penggunaan air susu ibu
p. resusitasi pada bayi baru lahir dengan
asfiksia
q. penanganan hipotermi
r.
pemberian
minum dengan sonde/pipet
s.
pemberian
obat-obat terbatas, melalui lembaran permintaan obat sesuai dengan Formulir VI
terlampir
t.
pemberian
surat keterangan kelahiran dan kematian.
·
Pasal 19
Bidan dalam memberikan pelayanan keluarga berencana sebagaimana dimaksud dalam
pasal 14 huruf b berwenang untuk:
a.
memberikan
obat dan alat kontrasepsi oral, suntikan, dan alat kontrasepsi dalam rahim,
alat kontrasepsi bawah kulit dan kondom
b. memberikan penyuluhan/konseling
pemakaian kontrasepsi
c.
melakukan
pencabutan alat kontrasepsi dalam rahim
d. melakukan pencabutan alat
kontrasepsi bawah kulit tanpa penyulit
e.
memberikan
konseling untuk pelayanan kebidanan, keluarga berencana dan kesehatan
masyarakat.
·
Pasal 20
Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan, masyarakat sebagaimana dimaskud
dalam pasal 14 huruf c berwenang untuk :
a.
pembinaan
peran serta masyarakat dibidang kesehatan ibu dan anak
b. memantau tumbuh kembang anak
c.
melaksanakan
pelayanan kebidanan komunitas
d. melaksanakan deteksi dini,
melaksanakan petolongan pertama, merujuk dan memberikan penyuluhan Infeksi
Menular Seksual (IMS), penyalahgunaan Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif
lainnya (NAPZA) serta penyakit lainnya.
·
Pasal 21
a.
Dalam
keadaan darurat bidan berwenang melakukan pelayanan kebidanan selain kewenangan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 14.
b. Pelayanan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditujukan untuk penyelamatan jiwa.
2.6 Pencatatan
dan pelaporan
a.
Kepmenkes RI
NO. 1464/Menkes/X2010
Sebagaimana telah ditetapkan oleh Kepmenkes RI NO. 1464/Menkes/X2010 tentang
izin dan penyelenggaraan praktik bidan pada bab VI pasal 20 mengenai pencatatan
dan pelaporan. Yang mana bunyi pasal tersebut ialah :
·
Pasal 20
1) Dalam melakukan tugasnya bidan wajib
melakukan pencatatan dan pelaporan sesuai dengan pelayanan yang diberikan.
2) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditujukan ke Puskesmas wilayah tempat praktik.
3) Dikecualikan dari ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk bidan yang bekerja di fasilitas
pelayanan kesehatan.
b. Kepmenkes RI NO. 900/Menkes/2002
Sebagaimana telah ditetapkan oleh Kepmenkes RI NO.900/MENKES/2002 tentang
Registrasi dan Praktik Bidan pada bab VI pasal 27 mengenai pencatatan dan
pelaporan yang mana bunyi pasal tersebut ialah :
·
Pasal 27
1) Dalam melakukan tugasnya bidan wajib
melakukan pencatatan dan pelaporan sesuai dengan pelayanan yang diberikan.
2) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaporkan ke puskesmas dan tembusan ke kepala dinas kesehatan
kabupaten/kota setempat
3) Pencatatan dan pelaporan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam lampiran IV keputusan ini.
2.7 Pembinaan
dan pengawasan
a.
Kepmenkes RI
NO. 1464/Menkes/X2010
Kepmenkes RI NO. 1464/Menkes/X2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktek
bidan pada Bab V pasal 20 sampai pasal 24 mengenai pembimbingan dan pengawasan.
Yang mana bunyi pasal tersebut ialah :
·
Pasal 20
1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah
melakukan pembinaan dan pengawasan dan mengikutsertakan organisasi profesi.
2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk meningkatkan mutu pelayanan, keselamatan
pasien dan melindungi masyarakat terhadap segala kemungkinan yang dapat
menimbulkan bahaya bagi kesehatan.
·
Pasal 21
1) Menteri, Pemerintah Daerah Provinsi,
Pemerintah Daerah Kabupaten / Kota melakukan pembinaan dan pengawasan dengan
mengikut sertakan Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia, Majelis Tenaga Kesehatan
Provinsi, organisasi profesi dan asosiasi institusi pendidikan yang
bersangkutan.
2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk meningkatkan mutu
pelayanan, keselamatan pasien dan melindungi masyarakat
terhadap segala kemungkinan yang dapat menimbulkan bahaya bagi
kesehatan.
3) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten /
Kota harus melaksanakan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan praktik
bidan.
4) Dalam pelaksanaan tugas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota harus
membuat pemetaan tenaga bidan praktik mandiri dan bidan di desa
serta menetapkan dokter puskesmas terdekat untuk pelaksanaan tugas
supervise terhadap bidan di wilayah tersebut.
·
Pasal 22
Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan wajib melaporkan bidan yang bekerja dan
yang berhenti bekerja di fasilitas pelayanan kesehatannya pada tiap
triwulan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota dengan tembusan kepada
organisasi profesi.
·
Pasal
23
1) Dalam rangka pelaksanaan pengawasan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, Menteri, pemerintah daerah provinsi, dan
pemerintah daerah kabupaten / kota dapat memberikan tindakan administrative
kepada bidan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan penyelenggaraan praktik
dalam peraturan ini.
2) Tindakan administrative sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
-
Teguran
lisan
-
Teguran
tertulis
-
Pencabutan
SIKB / SIPB untuk sementara paling lama 1 (satu) tahun
-
Pencabutan
SIKB / SIPB selamanya.
·
Pasal
24
1) Pemerintah daerah kabupaten / kota
dapat memberikan sanksi berupa rekomendasi pencabutan surat izin / STR kepada
kepala dinas kesehatan provinsi / majelis tenaga kesehatan Indonesia ( MTKI )
terhadap bidan yang melakukan praktek tanpa memiliki SIPB atau kerja tanpa
memiliki SIKB sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat ( 1 ) dan ( 2 )
2) Pemerintah daerah kabupaten / kota dapat mengenakan sanksi teguranlisan,
teguran sementara / tetap kepada pimpinan fasilitas pelayanan
kesehatan yang mempekerjakan bidan yang tidak mempunyai SIKB.
b. Kepmenkes RI
NO.900/MENKES/SK/VII/2002
Kepmenkes RI NO. 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang registrasi dan praktek bidan
pada Bab VIII pasal 31 sampai pasal 41 mengenai pembimbingan dan pengawasan.
Yang mana bunyi pasal tersebul ialah :
·
Pasal 31
1) Bidan wajib mengumpulkan sejumlah
angka kredit yang besarnya ditetapkan oleh organisasi profesi.
2) Angka kredit sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dikumpulkan dari angka kegiatan pendidikan dan kegiatan ilmiah
dan pengabdian masyarakat.
3) Jenis dan besarnya angka kredit dari
masing-masing unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh
organisasi profesi.
4) Organisasi profesi mempunyai
kewajiban membimbing dan mendorong para anggotanya untuk dapat mencapai angka
kredit yang ditentukan.
·
Pasal 32
Pimpinan sarana kesehatan wajib melaporkan bidan yang melakukan praktik dan
yang berhenti melakukan praktik pada saran kesehatannya kepada Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada organisasi profesi.
·
Pasal 33
1) Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dan/atau organisasi profesi terkait melakukan pembinaan dan
pengawasan terhadap bidan yang melakukanpraktik diwilayahnya.
2) Kegiatan pembinaan dan pengawasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui pemantauan yang
hasilnya dibahas secara periodic sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 1(satu)
tahun.
·
Pasal 34
Selama menjalankan praktik seorang Bidan wajib mentaati semua peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
·
Pasal 35
1) Bidan dalam melakukan praktik
dilarang :
-
Menjalankan
praktik apabila tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam izin
praktik.
-
Melakukan
perbuatan yang bertentangan dengan standar profesi.
2) Bagi bidan yang memberikan
pertolongan dalam keadaan darurat atau menjalankan tugas didaerah terpencil
yang tidak ada tenaga kesehatan lain, dikecualikan dari larangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) butir a.
·
Pasal 36
1) Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dapat memberikan peringatan lisan atau tertulis kepada bidan
yang melakukan pelanggaran terhadap keputusan ini.
2) Peringatan lisan atau tertulis
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling banyak 3 (tiga) kali
dan apabila peringatan tersebut tidak diindahkan, Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dapat mencabut SIPB bidan yang bersangkutan.
·
Pasal 37
Sebelum Keputusan pencabutan SIPB ditetapkan, Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota terlebih dahulu mendengar pertimbangan dari Majelis
Disiplin Tenaga Kesehatan (MDTK) atau Majelis Pembinaan dan Pengawasan Etika Pelayanan
Medis (MP2EPM) sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
·
Pasal 38
1) Keputusan pencabutan SIPB
disampaikan kepada bidan yang bersangkutan dalam waktu selambat-lambatnya 14
(empat belas) hari terhitung sejak keputusan ditetapkan.
2) Dalam Keputusan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) disebutkan lama pencabutan SIPB.
3) Terhadap pencabutan SIPB sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan keberatan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Propinsi dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah Keputusan diterima,
apabila dalam waktu 14(empat belas) hari tidak diajukan keberatan, maka
keputusan tersebut dinyatakan mempunyai kekuatan hukum tetap.
4) Kepala Dinas Kesehatan Propinsi
memutuskan ditingkat pertama dan terakhir semua keberatan mengenai
pencabutan SIPB.
5) Sebelum prosedur keberatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditempuh, Pengadilan Tata Usaha Negara tidak
berwenang mengadili sengketa tersebut sesuai dengan maksud Pasal 48
Undang undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Pengadilan Tata Usaha Negara.
·
Pasal 39
Kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan setiap pencabutan SIPB kepada
Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat dengan tembusan kepada organisasi
profesi setempat.
·
Pasal 40
1) Dalam keadaan luar biasa untuk
kepentingan nasional Menteri Kesehatan dan/atau atas rekomendasi organisasi
profesi dapat mencabut untuk sementara SIPB bidan yang melanggar ketentuan
peraturan perundang - undangan yang berlaku
2) Pencabutan izin sementara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selanjutnya diproses sesuai dengan ketentuan
keputusan ini.
·
Pasal 41
1) Dalam rangka pembinaan dan
pengawasan, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat membentuk Tim/Panitia
yang bertugas melakukan pemantauan pelaksanaan praktik bidan di wilayahnya.
2) Tim/Panitia sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) terdiri dari unsur pemerintah, Ikatan Bidan Indonesia dan profesi
kesehatan terkait lainnya.
2.8
Ketentuan
pidana
a.
Kepmenkes RI
NO.900/MENKES/SK/VII/2002
Kepmenkes RI NO. 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang registrasi dan praktek bidan
pada Bab IX pasal 42 sampai pasal 44 mengenai ketentuan pidana yang mana bunyi
pasal tersebul ialah :
·
Pasal 42
Bidan yang
dengan sengaja :
1) Melakukan praktik kebidanan tanpa
mendapat pengakuan / adaptasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
6 dan/atau
2) Melakukan praktik kebidanan tanpa
izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
3) Melakukan praktik kebidanan tidak
sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) ayat
(2); dipidana sesuai ketentuan Pasal 35 Peraturan Pemerintah Nomor 32
Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan.
·
Pasal 43
Pimpinan sarana pelayanan kesehatan yang tidak melaporkan bidan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dan/atau mempekerjakan bidan yang
tidak mempunyai izin praktik dapat dikenakan sanksi pidana sesuai
ketentuan Pasal 35 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga
Kesehatan.
·
Pasal 44
1) Dengan tidak mengurangi sanksi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 42. Bidan yang melakukan pelanggaran terhadap
ketentuan yang diatur dalam keputusan ini dapat dikenakan tindakan disiplin
berupa teguran lisan, teguran tertulis sampai dengan pencabutan izin.
2) Pengambilan tindakan disiplin
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
8. Ketentuan peralihan tentang surat
tugas dan izin praktek
a.
Kepmenkes RI
NO. 1464/Menkes/X2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktek bidan pada Bab
VI pasal 25 sampai pasal 28 mengenai ketentuan peralihan tentang surat
penugasan dan ijin praktek. Yang mana bunyi pasal tersebul ialah :
·
Pasal 25
1) Bidan yang telah mempunyai SIPB
berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900 / Menkes / SK/VII/2002
tentang Registrasi dan Praktik Bidan dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
HK.02.02/Menkes/149/1/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan
dinyatakan telah memiliki SIPB berdasarkan Peraturan ini sampai dengan
masa berlakunya berakhir.
2) Bidan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) harus memperbaharui SIPB apabila Surat Izin Bidan yang bersangkutan telah
habis jangka waktunya berdasarkan peraturan ini.
Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 900/menkes/sk/vii tentang registrasi
dan praktik bidan, DepKes RI, 2002VII, Jakarta, 2004
Tidak ada komentar:
Posting Komentar